Login / Register    » RSS GEMA Feed

Apa Sih Hubungannya Lari Pagi Ma Misteri?

wahyu fajar sanjaya's picture

Lari Pagi

By: Wahyu Fajar Sanjaya

Minggu pagi, di saat jam tanganku masih menunjukan angka lima, aku memutuskan untuk bangun walau aku sebenarnya sangat malas melakukannya. Kamar kos tempatku tinggal masih berantakkan dan baju kotor bergelimpangan dimana-mana. “Tapi biarlah…”, gumamku sebelum aku membuka pintu. Pintupun kubuka dan seketika aku merasakan hembusan angin pagi bercampur embun. “Brrr..!! Dingin banget! Semalam hujan sih!”, kataku sambil aku memakai sepatu favoritku. Hari minggu ini aku tidak pulang kerumah, meskipun jarak kota tempat tinggalku dan kota tempat aku kuliah tidak sampai dua jam, hari ini aku lebih suka tetap disini. Yah, hitung-hitung jaga tempat kos karena semua temen-temenku hari ini pulang semua. Jadi, sekarang ditempat kos ini hanya aku dan tukang kebun.

Aku melangkah keluar, sedikit peregangan otot sebelum aku memulai lari pagi. Disebrang tempat kosku, seorang nenek dan kakek berjenggot panjang yang sudah tua membuka pagar rumah. Mereka terlihat memakai baju putih dan bersepatu putih. Nenek itu bernama Hajah Piniati, seorang veteran. Sedangkan kakek itu aku tak mengenalnya, “Mungkin dia saudaranya”, pikirku di dalam hati. Nampaknya mereka juga akan lari pagi. Mereka lari ke arah kiri, sedang aku ke kanan. Akupun mulai melangkahkan kaki memulai lari pagi. Saat aku lari, aku melihat pedagang-pedagang pergi menuju ke pasar. Ada yang bersepeda, berjalan kaki, memakai motor, dan mobil. Saat aku mengamati mereka, tiba-tiba “Crasss..!”, sebuah roda truk sayur yang melintas di sampingku mengguyurkan air. Pantas saja, di jalan yang kulalui ini banyak genangan air. Maklum, aspalnya berlubang banyak, sehingga air hujan tertampung didalamnya.

Aku terus berlari dan berlari, keringatpun mulai mengucur di keningku. Di ufuk timur terlihat sang surya mulai menampakkan sinarnya. Aku putuskan untuk kembali ke tempat kos. “Sudah cukup ah!”, kataku sambil membalikkan badan. Akhirnya aku lari kembali ke tempat kos melalui jalan yang ku lewati tadi. Pulangnya, aku mencium aroma gurih tempe goreng kesukaaanku. Ternyata mbah Sinem penjual nasi pecel dekat perempatan sudah menjajakan degangannya. Kebetulan perutku juga lapar, tapi Dompet dan uangku tidak kubawa. Terpaksa aku harus menahan lapar dan memutuskan untuk kembali pulang. Namun, beberapa langkah melewati mbah Sinem, aroma masakan mbah Sinem semakin menggodaku. “Aduh, nasi pecel pincuk mbah Sinem tak tega kutinggalkan. Terpaksa deh aku harus makan disini. Tak ada uang, utangpun jadi…”, kataku dengan semangat. “Mbah, nasi pincuknya satu! Jangan lupa tempe gorengnya!” kataku kepada mbah Sinem dengan bahasa Jawa. Mbah Sinem diam tak menyahut kata-kataku, tapi dia dengan cekatan melipat daun pisang dan mengisinya dengan nasi, sayur, dan makanan-makanan yang melengkapi nasi pecel.

Beberapa saat kemudian nasi pecel yang kumakan sudah habis, dan tak terasa sudah banyak orang mengantri memesan nasi pecel. “Mbah saya ngutang dulu ya!” kataku pada Mbah Sinem. “Ya nak, jangan lupa dibayar!” kata mbah Sinem sambil melotot padaku. “Jangan khawatir..”, kataku menyahut Mbah Sinem. Tiba-tiba, mbah Sinem menyapaku lagi “Hey, bukannya kamu tinggal di depan rumah Mbah Piniati? Kamu kok nggak bantu-bantu disana?”. “Lho, memang ada apa? Mau naik haji lagi ya?” jawabku dengan tersenyum. “Huss..!!! Ngarang kamu, mbah Piniati meninggal tuh! Dia kan suka ngasih kamu makanan kalau di tempat kos-mu lagi tidak ada makanan!”, kata mbah Sinem dengan nada keras dan dilihat langganan-langganan mbah Sinem. Dengan segera aku bergegas kerumah Mbah Piniati. Aku sudah lupa dengan rasa capek waktu aku lari sebelumnya, aku penasaran dan hampir tidak percaya kata-kata mbah Sinem, Soalnya jam lima tadi jelas-jelas aku melihat mbah Piniati lari pagi.
Sesampainya disana, kulihat jenazah mbah Piniati terbaring tertutup kain jarik, hanya mukanya yang tak tertutup. Ternyata benar, mbah Piniati wafat. Orang yang suka memberiku jajan dan makanan sudah tiada. Aku ikut mengantarnya sampai ke pemakaman. Aku masih bingung, siapa sebenarnya yang kulihat tadi pagi saat aku akan lari tadi. Upacara pemakaman dilakukan secara militer, maklum, dahulu beliau adalah prajurit Siliwangi divisi perakitan bahan peledak. Tembakkan salvo ke udara terdengar menggema di area pemakaman.Tak sadar, akupun meneteskan air mata pula.

Seusai pemakaman, aku tidak langsung pulang. Aku menanti semua orang meninggalkan makam supaya aku bisa melihat makam Mbah Piniati seorang diri. Ketika semua pulang, aku mendekati makamnya dan kupanjatkan doa. Terimakasih juga kuucapkan padanya. Setelah itu, aku memutuskan untuk pulang. Namun saat aku berbalik untuk pulang, aku tersandung nisan makam disamping makam Mbah Piniati. Aku pun segera bangkit dengan berpegangan batu nisan itu. Tetapi, betapa terkejutnya aku saat aku melihat foto yang terdapat pada batu nisan itu. Seorang laki-laki tua berjenggot panjang, persis dengan orang tua yang kulihat bersama mbah Piniati keluar dari rumahnya untuk lari pagi. Aku pun lari terbirit-birit keluar pemakaman.

Sesampainya di tempat kos, aku mandi dan segera ketempat tidur, namun aku tidak bisa tenang mengalami hal aneh seperti ini. Sampai saat ini aku belum dapat memahaminya dan belum mengetahui penyebab Mbah Piniati meninggal. Biarlah semuanya menjadi misteri. Mulai saat itu, aku menjadi lebih rajin melakukan lari pagi sambil berharap aku bisa mendapati hal semacam ini lagi. Lari pagi yang kulakukan benar-benar olah raga yang menyehatkan dan menakutkan sekaligus penuh misteri.
Esoknya, aku pun bangun pagi dan lari pagi seperti yang kulakukan kemarin. Udara masih segar seperti kemarin. Aku keluar dan Berlari.

Tak terasa, mentari sudah meninggi. Tiba-tiba saja kudengar seorang perempuan menyapaku: “Wahyu Fajar Sanjaya!” Akupun berkata dalam hati; “Wah, ini jangan-jangan mbah Piniati yang kemarin sudah wafat, mampus dah aku” tak kurasa air pipisku berceceran turun dari dalam celanaku karena rasa takutku yang bukan maen. “Hey, yank! Ini aku, kamu bolos kuliah ya? Ini hari senin yank… Kok gak jemput diriku? Mulai sekarang kita putus!”
Wah, ternyata yang menyapaku bukan mbah Piniati tapi pacarku yang baru tiga bulan jadian. Akupun sadar kalo hari ini hari senin. “Mampus nih aku! Yank, tunggu!!! I love you full tank!” (Emang bensin $%^&*( >_<) WFS!

Submitted by wahyu fajar sanjaya on 8 October, 2010 - 10:37

Comments

2 comments posted
iiihhh tu beneran gag EE

iiihhh tu beneran gag EE critanya???

kok ngeri gtu...

yohana suluh's picture
Posted by yohana suluh (not verified) on 8 October, 2010 - 20:48
Hai... ini cerita nyata low...

ini cerita nyata yg kualami 4 thn lalu... Terserah percaya pa gak... GBU

wahyu fajar sanjaya's picture
Posted by wahyu fajar sanjaya on 8 November, 2010 - 12:14

Komentar